Selasa, 15 November 2016

JANGAN PANGGIL SAYA ULAMA !

JANGAN PANGGIL SAYA ULAMA !

Bila dipanggil ulama, saya harus berpikir seribu kali dan bercermin jutaan kali sebelum menerimanya. Saya tak hafal Alquran, tak memahami, tak berakhlak dengannya, dan tak menulis tafsirnya meskipun dalam buku paling tipis. Hafalan hadis pun cuma puluhan dan itu pun sering lupa. Malu rasanya bila melihat berjilid-jilid kitab ulama dulu yang tersusun rapi di rak. Cuma jadi pajangan tanpa mampu mengembangkannya. Sementara saya cuma bisa bicara dan gemetar bila memegang pena. Bila ikut tahlilan, sesak rasanya dada melihat buku kecil surah Yasin diletakkan begitu saja di lantai, sederajat dengan piring kacang kulit dan minuman gelas plastik. Saya tak tahu apakah itu perendahan firman Tuhan atau bukan. Yang pasti saya sendiri meletakkan Yasin di pangkuan. Dalam soal menuntut ilmu, ulama dulu lama dan tekun belajarnya, banyak gurunya, dan karena itu, mumpuni ilmu serta mulia akhlaknya dalam berdakwah. Mereka enggak peduli amplop atau berkat. Ikhlas memotivasi amalan apa pun yang mereka lakukan. Dengan banyak ilmu, rezeki bisa datang dari banyak arah. Menulis kitab adalah salah satunya. Selain menjadi penentu peradaban, kitab para alim itu menjadi jembatan menuju surga. Bila bicara ulama, ayat Alquran yang paling saya ingat adalah Surah Fathir 27-28. Dua ayat itu bicara mengenai obyek, metode dan tujuan penelitian. Selain untuk mengagumi sunnatullah, observasi terhadap fenomena alam dan sosial itu juga berfungsi memperbaiki kehidupan secara ilahiah dan ilmiah. Buat saya, dengan alasan-alasan singkat itu saja, begitu berat menjadi ulama sebagai pewaris para nabi. Tapi bukankah setiap muslim berpotensi dan diwarisi kitabullah dan sunnah rasul-Nya oleh Nabi?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar